BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dunia global dalam
masyarakat internasional pada zaman sekarang sudah banyak yang melintasi
batas-batas wilayah teritorial suatu negara. Dan hal ini sudah tentu memerlukan
suatu aturan atau tata tertib hukum yang jelas dan tegas. Yang bertujuan untuk
menciptakan suatu kerukunan dalam menjalin kerjasama antar negara yang saling
menguntungkan. Dan sumber hukum internasional seperti perjanjian internasional,
kebiasaan internasional, dan sebagainya memilki peran penting dalam mengatur masalah-masalah
bersama yang dihadapi subyek-subyek hukum internasional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Sistem Internasional dan Peradilan Internasional?
C.
Tujuan Penelitian
Makalah ini kami susun selain untuk
memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, juga kami
memiliki tujuan agar dapat membantu menambah referensi mengenai Sistem
Internasional dan Peradilan Internasional.
D. Manfaat Penelitian
Untuk mengetahui apa itu Sistem
Internasional dan Peradilan Internasional.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sistem
Hukum Internasional
Sistem hukum
internasional adalah satu kesatuan hukum yang berlaku dan wajib dipatuhi oleh
seluruh komunitas internasional. Artinya hukum internasional harus dipatuhi
oleh setiap negara. Sistem hukum internasional juga merupakan aturan-aturan
yang telah diciptakan bersama oleh negara-negara anggota yang melintasi
batas-batas negara.
B.
Pengertian
Hukum Internasional
Pengertian hukum
internasional secara umum merupakan bagian hukum yang mengatur aktifitas
entitas dalan skala internasional. Awalnya hukum internasional hanya diartikan
sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola
hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini mulai meluas
sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi
internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Namun disamping itu,
beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai hukum internasional.
Diantaranya adalah :
1. J.G
Starke
Hukun
internasional adalah sekumpulan hukum-hukum (body of law) yang sebagian besar
terdiri dari asa-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan
antarnegara.
2. Wirjono Prodjodikoro
Hukum
internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagi
bangsa di berbagai negara.
C.
Pengertian
Peradilan Internasional
Kata sistem dalam kaitannya dengan
peradilan internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga
peradilan internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk
suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional. Komponen-kompenen
tersebut terdiri dari mahkamah internasional, mahkamah pidana internasional dan
panel khusus dan spesial pidana internasional.
Setiap sistem hukum menunjukkan
empat unsur dasar, yaitu: pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum,
prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga penegakan hukum. Dalam
hal ini pendekatan pengembangan terhadap sistem hukum menekankan pada beberapa
hal, yaitu: bertambah meningkatnya diferensiasi internal dari keempat unsur
dasar system hukum tersebut, menyangkut perangkat peraturan, penerapan
peraturan, pengadilan dan penegakan hukum serta pengaruh diferensiasi lembaga
dalam masyarakat terhadap unsur-unsur dasar tersebut.
D.
Asal
Mula Hukum Internasional
Hukum internasional
sudah dikenal oleh bangsa romawi sejak tahun 89 sebelum masehi. Mereka mengenal
adengan nama ius civile (hukum sipil) dan ius gentium (hukum antar bangsa). Ius
civile merupakan hukum nasional yang berlaku yang berlaku bagi warga romawi
dimanapun mereka berada. Ius gentium yang kemudian berkembang menjadi ius inter
gentium ialah hukum yang merupakan bagian dari hukum romawi yang diterapkan
bagi orang asing yang bukan orang romawi, yaitu orang-orang jajahan atau
orang-orang asing.
Kemudian hukum ini
berkembang menjadi volkernrecht (bahasa Jerman), droit des gens (bahasa
Prancis), dan law of nations atau international law (bahasa Inggris).
Pengertian volkernrecht dan ius gentium
sebenarnya tidak sama karena dalam hukum
Romawi, istilah ius gentium memiliki pengertian :
a. Hukum yang mengatur hubungan antara dua
orang warga kota Roma dan orang asing.
b. Hukum ynag diturunkan dari tata tertib
alam yang mengatur masyarakat segala bangsa, yaitu hukum alam yang menjadi
dasar perkembangan hukum internasional di Eropa pada abad ke-15 sampai dengan
abad ke-19.
Seiring dengan
perkembangan yang ada, pemahaman mengenai hukum internasional dapat dibedakan
dalam 2 hal, yaitu :
a. Hukum Perdata Internasional. Yaitu hukum
yang mengatur hubungan hukum hukum antar warga negara suatu negara dan warga
negara dari negara lain.
b. Hukum publik internasional, yaitu hukum
yang mengatur negara yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan
internasional (hukum antarnegara).
Hukum Internasional
publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional
ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang
melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata.
Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan
internasional) yang bukan bersifat perdata.
Persamaannya adalah
bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang
diaturnya (obyeknya).
E.
Pembagian
Hukum Internasional
Hukum internasional
terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1) Hukum
Perdata Internasional (privat international law)
Yaitu keseluuhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubungan perdata yang
dilakukan oleh
subjek hukum, yang masing-masing tunduk
pada system hukum
perdata yang berbeda
satu dengan lainnya.
2) Hukum Pidana Internasional (Public
international Law)
Yaitu keseluruhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubungan atau persoalan
yang melintasi batas
negara yang bukan bersifat perdata.
F.
Asas-asas
Hukum Internasional
Dalam menjalin hubungan
antar bangsa, ada beberapa asas yang harus diperhatikan oleh setiap Negara :
a. Asas Teritorial
Didasarkan pada
kekuasaan negara atas daerahnya. Intinya, negara melaksanakan hukum bagi semua
orang dan semua barang yang ada di wilayah negaranya.
b. Asas Kebangsaan
Didasarkan atas
kekuasaan negara untuk warga negaranya. Intinya, setiap warga negara dimanapun
dia berada tetap mnedapatka perlakuan hukum dari negaranya sendiri meskipun
seddang berada di negara asing.
c. Asas kepentingan umum
Didasarkan pada
wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan
masyarakat. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
Menurut Resolusi
majelis Umum PBB No. 2625 tahun 1970, ada tujuh asas, yaitu :
1) Setiap
negara tidak melakukan ancaman agresi
terhadap keutuhan wilayah dan
kemerdekaan negara
lain. Dalam asas ini ditekankan bahwa setiap negara
tidak
memberikan ancaman
dengan kekuatan militer dan tidak melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan
piagam PBB.
2) Setiap negara
harus menyelesaikan masalah internasional dengan cara damai, Dalam
asas ini setiap
Negara harus mencari solusi damai, menghendalikan diri dari tindakan
yang dapat
membahayakan perdamaian internasional.
3) Tidak melakukan intervensi terhadap urusan
dalam negeri negara lain.
Asas ini
menekankan
setiap negara memiliki hak untuk memilih sendiri keputusan
politiknya,
ekonomi, social
dan system budaya tanpa intervensi pihak lain.
4) Negara wajib menjalin kerjasama dengan negara
lain berdasar pada piagam PBB,
kerjasama itu
dimaksudkan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan
internasional di
bidang Hak asasi manusia, politik, ekonomi, social budaya, tekhnik,
perdagangan.
5) Asas persaman hak dan penentuan nasib
sendiri, kemerdekaan dan perwujudan
kedaulatan suatu
negara ditentukan oleh rakyat.
6) Asas
persamaan kedaulatan dari negara, Setiap negara memiliki persamaan
Kedaulatan, secara umum sebagai berikut :
a. Memilki persamaan Yudisial (perlakuan Hukum).
b. Memilikim hak penuh terhadap kedaulatan
c. Setiap negara menghormati kepribadian negara
lain.
d. Teritorial dan kemerdekanan politik
suatu negara adalah tidak dapat diganggu
gugat.
e. Setap negara bebas untuk membangun system
politik, sosial, ekonomi dan sejarah
bangsanya.
f. Setiap negara wajib untuk hidup damai dengan
negara lain.
7) Setiap
negara harus dapat dipercaya
dalam memenuhi kewajibannya, pemenuhan
kewajiban itu harus
sesuai dengan ketentuan hukum internasional.
G.
Sumber
Hukum Internasional
a. Dalam
Arti Material
Hukum internasional
tidak dapat dipaksakan seperti hukum nasional. Pada dasarnya masyarakat
negara-negara atau masyarakat bangsa-bangsa yang anggotanya didasarkan pada
kesukarelaaan dan kesadaran, sedangkan kekuasaan tertinggi tetap berada di negara
masing-masing.
Meski demikian, ada
sebagian besar negara anggota masyarakat
yang mentaati kaidah-kaidah hukum internasional. Mengenai hal ini ada
dua aliran yang memiliki pendapat berbeda.
• Aliran naturalis
Bersandar pada
hak asasi dan hak alamiah. Menurut teori ini, hukum internasional adalah hukum
alam sehingga kedudukannya dianggap lebih tinggi dari pada hukum nasional.
Pencetus teori ini adalah Grotius (Hugo De Groot) dan kemudian disempurnakan
oleh Emmerich Vattel, ahli hukum dan diplomat Swiss.
• Aliran positivisme
Mendasarkan
berlakunya hukum internasional pada persetujuan bersama dari negara-negara
ditambah dengan asas pacta sunt servanda yang dianut oleh mazhab Wina dengan
pelopornya yaitu Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen pacta sunt servanda merupakan
kaidah dasar pasal 26 Konvensi Wina
tentang Hukum Perjanjian (Viena Convention of The Law of treatis) tahun 1969.
b. Dalam Arti Formal
Sumber Hukum Internasional adalah sumber-sumber yang
digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan
internasional. Sumber hukum internasional dibedakan menjadi sumber hukum dalam arti materil dan formal. Dalam arti
materil, adalah sumber hukum internasional yang membahas dasar berlakunya hukum
suatu negara. Sedangkan sumber hukum
formal, adalah sumber dari mana untuk mendapatkan atau menemukan
ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut
Brierly, sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber yang paling utama dan memiliki otoritas
tertinggi dan otentik yang dipakai Mahkamah
internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional.
Sumber hukum internasional formal terdapat dalam
pasal 38 Piagam Mahkamah
Internasional Permanen 1920, sebagai berikut :
1) Perjanjian
Internasional (traktat), adalah perjanjian yang diadakan antaranggota masyarakat bangsa-bangsa dan mengakibatkan
hukum baru.
2) Kebiasaan
Internasional yang diterima sebagai hukum, jadi tidak semua kebiasaan
internasional menjadi sumber hukum. Syaratnya adalah kebiasaan itu harus bersifat
umum dan diterima sebagi hukum.
3) Asas-asas
hukum umum yang diakui oleh bangsa beradab, adalah asas hukum yang mendasari
system hukum modern. Sistem hukum modern, adalah system hukum positif yang
didasarkan pada lembagaa hukum barat yang berdasarkan sebagaian besar pada asas
hukum Romawi.
4) Keputusan-keputusan hakim dan ajaran para
ahli hukum Internasional, adalah sumber hukum tambahan (subsider), artinya
dapat dipakai untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai
suatu persoalan yang didasarkan pada sumber hokum.
H.
Subjek
Hukum Internasional
Pihak-pihak yang dapat
disebut sebagai subyek hukun internasional adalah sebagi berikut :
1.
Negara
Menurut Konvensi
Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara
untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
a. penduduk yang tetap;
b. wilayah tertentu;
c. pemerintahan;
d. kemampuan untuk
mengadakan hubungan dengan negara lain
2. Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut
Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe :
a. Organisasi internasional yang memiliki
keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum,
contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan
global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World
Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization,
dan lain-lain;
c. Organisasi internasional dengan keanggotaan
regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South
East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
3. Palang Merah Internasional
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah
merupakan salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor
sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum
internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat
strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi
dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang
berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di
bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah
Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian
membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya.
4. Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum
internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara
pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di
Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai
pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional
yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan
kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan,
sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin
tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di
seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik
dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan
demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di
berbagai negara. (Phartiana, 2003, 125)
5. Kaum Pemberontak / Beligerensi
(belligerent)
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat
dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian
sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila
pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara
dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain,
maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau
menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap
ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara
tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari
sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai
pribadi atau subyek hukum internasional
6. Individu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum
internasional yang memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggungjawab
secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat, terutama setelah Perang
Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan
lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan
hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum
internasional yang mandiri.
7. Perusahaan Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena
baru dalam hukum dan hubungan internasional. Eksistensinya dewasa ini, memang
merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat,
negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan
perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan
kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi,
struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.
I.
Hubungan
Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional
Adanya hubungan antara hukum
internasional dengan hukum nasional ternyata menarik para ahli hukum untuk
menganalisis lebih jauh. Terdapat 2 aliran yang coba memberikan gambaran
bagaimana keterkaitan antara hukum internasional dengan hukum nasional. Kedua
aliran itu adalah :
a. Aliran monisme
Tokoh nya ialah Hanz kelsen dan
george scelle. Menurut aliran ini hukum nasional dan internasional merupakan
satu kesatuan. Hal ini disebabkan :
1. Walaupun kedua sistem hukum tersebut
mempunyai istilah yang berbeda, tetapi subjek hukumnya tetap sama, yaitu
individu yang terdapat dalam suatu negara.
2. Sama-sama meiliki kekuatan hukum yang
mengikat
b. Aliran Dualisme
Tokohnya adalah Triepel dan
anzilotti aliran ini beranggapan bahwa hukum internasional dan hukum nasional
merupakan dua sistem terpisah yang berbeda satu sama lain. Menurut aliran ini
perbedaan kedua hukum tersebut disebabakan oleh :
1. Perbedaan sumber hukum
2. Perbedaan mengenai subjek
3. Perbedaan mengenai kekuatan hokum
J.
Lembaga
Peradilan Internasional
1) Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional
adalah lembaga kehakiman PBB berkedudukan di Den Haag, Belanda.
Didirikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB, berfungsi sejak tahun 1946
sebagai pengganti dari Mahkamah Internasional Permanen. Mahkamah Internasional
terdiri dari 15 hakim, dua merangkap
ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari
warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima
berasal dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yaitu Cina, Rusia, Amerika
serikat, Inggris dan Prancis. Fungsi Mahkamah Internasional adalah untuk
menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah
negara. Ada 3 kategori negara, yaitu :
a. Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan
kasusnya ke Mahkamah Internasional.
b. Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah
kerja Mahkamah internasional. Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah
Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah internasional dengan syarat
yang ditentukan dewan keamanan PBB.
c. Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah
internasional, harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahkamah
internasional dan Piagam PBB. Yuridikasi Mahkamah Internasional adalah
kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Internasional
yang bersumber pada hukum internasional untuk menentukan dan menegakkan sebuah
aturan hukum. Kewenangan atau Yuridiksi ini meliputi:
a. Memutuskan perkara-perkara pertikaian
(Contentious Case).
b. Memberikan opini-opini yang bersifat nasehat
(Advisory Opinion).
Yuridikasi menjadi dasar Mahkamah
internasional dalam menyelesaikan sengketa Internasional. Beberapa kemungkinan
Cara penerimaan Yuridikasi sbb :
1)
Perjanjian khusus, dalam hal ini para pihak yang bersengketa membuat
perjanjian khusus yang berisi subyek sengketa dan pihak yang
bersengketa. Contoh kasus Indonesia degan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan
Pulau Ligitan.
2)
Penundukan diri dalam perjanjian internasional, Para pihak yang sengketa
menundukkan diri pada perjanjian internasional diantara mereka, bila terjadi
sengketa diantara para peserta perjanjian.
3)
Pernyataan penundukan diri Negara peserta statute Mahkamah
internasional, mereka tunduk pada Mahkamah internasional, tanpa perlu membuat
perjanjian khusus.
4)
Keputusan Mahkamah internasional mengenai
yuriduksinya, bila terjadi sengketa mengenai yuridikasi Mahkamah Internasional
maka sengketa tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah Internasional
sendiri.
5)
Penafsiran Putusan, dilakukan jika dimainta oleh salah satu atau pihak
yang bersengketa. Penapsiran dilakukan dalambentuk perjanjian pihak
bersengketa.
6)
Perbaikan putusan, adanya permintaan dari pihak yang bersengketa karena
adanya fakta baru (novum) yang belum duiketahui oleh Mahkamah Internasional.
2) Mahkamah Pidana Internasional :
Bertujuan untuk
mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan pelaku kejahatan
internasional. Terdiri dari 18 hakim dengan masa jabatan 9 tahun dan ahli
dibidang hukum pidana internasional. Yuridiksi atau kewenangan yang dimiliki
oleh Mahkamah Pidana Internasional adalah memutus perkara terhadap pelaku
kejahatan berat oleh warga Negara dari Negara yang telah meratifikasi Statuta
Mahkamah.
3) Panel Khusus dan Spesial Pidana internasional
:
Adalah lembaga
peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat
internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara dalam arti setelah
selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan. Yuridiksi atau kewenangan
darai Panel khusus dan special pidana internasional ini, adalah menyangkut
tindak kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis) tanpa melihat apakah
Negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum terhadap statute panel
khusus dan special pidana internasional ini. Contoh Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan
UU No. 26 tahun 2000.
K.
Proses
Ratifikasi Hukum Internasional Menjadi Hukum Nasional
1. Proses
ratifikasi hukum internasional menurut UU no 24 tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional menimbang :
a. Bahwa dalam rangka
mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, Pemerintah Negara Republik
Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat internasional, melakukan hubungan dan
kerja sama internasional yang diwujudkan dalam perjanjian internasional;
b.
Bahwa ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 sangat ringkas, sehingga
perlu dijabarkan lebih lanjut dalam suatu peraturan perundang-undangan;
c. Bahwa Surat Presiden Republik Indonesia No.
2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960 tentang "Pembuatan
Perjanjian-Perjanjian dengan Negara Lain" yang selama ini digunakan
sebagai pedoman untuk membuat dan mengesahkan perjanjian internasional sudah
tidak sesuai lagi dengan semangat reformasi;
d.
Bahwa pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah
Republik Indonesia dan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional,
dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat
penting karena mengikat negara pada bidang-bidang tertentu, dan oleh sebab itu
pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional harus dilakukan dengan
dasar-dasar yang jelas dan kuat, dengan menggunakan instrumen peraturan
perundang-undangan yang jelas pula;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam Huruf a, b, c dan d perlu dibentuk Undang-undang tentang
Perjanjian Internasional.
Pedoman delegasi
Republik Indonesia, yang perlu mendapat persetujuan Menteri, memuat hal-hal
sebagai berikut :
a) Latar belakang permasalahan;
b) Analisis permasalahan ditinjau dari aspek
politis dan yuridis serta aspek lain yang dapat mempengaruhi kepentingan
nasional Indonesia;
c) Posisi Indonesia, saran, dan penyesuaian yang
dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan.
4) Perundingan rancangan suatu perjanjian
internasional dilakukan oleh Delegasi Republik Indonesia yang dipimpin oleh
Menteri atau pejabat lain sesuai dengan materi perjanjian dan lingkup kewenangan
masing-masing.
2. Proses ratifikasi perjanjian
internasional menurut pasal 11 UUD 1945
a) Pengertian Ratifikasi
Ratifikasi merupakan
suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan hukum (perjanjian)
internasional. Hal ini menunbuhkan keyakinan pada lembaga-lambaga
perwakilan-perwakilan rakyat bahwa wakil yang menandatangani suatu perjanjian
tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan umum.
b) Proses Ratifikasi
Ratifikasi merupakan
proses pengesahan.
Berikut adalah contoh
proses ratifikasi hukum (perjanjian internasional) menjadi hukum nasional :
- Persetujuan
Indonesia-Belanda mengenai penyerahan Irian Barat yang ditandatangani di New
York (15
- Januari 1962) disebut Agreement.
- Perjanjian
Indonesia-Australia mengenai garis batas wilayah antara Indonesia dengan Papua
Guinea yang ditandatangani di Jakarta 12 Februari 1973 dalam bentuk agreement.
- Persetujuan garis batas landas kontinen
antara Indonesia-Singapura 25 Mei 1973
3. Proses ratifikasi menurut UUD 1945
Pasal 11 UUD 1945
menyatakan bahwa “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”. Untuk
menjamin kelancaran pelaksanaan kerja sama antara eksekutif (Presiden) dan
legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat), harus diperhatikan hal-hal berikut :
1) Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain.
2) Presiden dalam
membuat perjanjian internasional lainnya yang dapat menimbulkan akibat luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara,
dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
3) Ketentuan lebih
lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang
L. Proses
Hukum yang Adil atau Layak
Di dalam pelaksanaan peradilan
pidana, ada satu istilah hukum yang dapat merangkum cita-cita peradilan pidana,
yaitu “due process of law” yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan
menjadi proses hukum yang adil atau layak.
Secara keliru arti dari proses
hukum yang adil dan layak ini seringkali hanya dikaitkan dengan penerapan
aturan-aturan hukum acara pidana suatu Negara pada seorang tersangka atau
terdakwa. Padahal arti dari due process of law ini lebih luas dari sekedar
penerapan hukum atau perundang-undangan secara formil.
Pemahaman tentang proses hukum yang
adil dan layak mengandung pula sikap batin penghormatan terhadap hak-hak yang
dipunyai warga masyarakat meskipun ia menjadi pelaku kejahatan. Namun
kedudukannya sebagai manusia memungkinkan dia untuk mendapatkan hak-haknya
tanpa diskriminasi. Paling tidak hak-hak untuk didengar pandangannya tentang
peristiwa yang terjadi, hak didampingi penasehat hukum dalam setiap tahap
pemeriksaan, hak memajukan pembelaan dan hak untuk disidang dimuka pengadilan
yang bebas dan dengan hakim yang tidak memihak.
Konsekuensi logis dari dianutnya
proses hukum yang adil dan layak tersebut ialah sistem peradilan pidana selain
harus melaksanakan penerapan hukum acara pidana sesuai dengan asas-asasnya,
juga harus didukung oleh sikap batin penegak hukum yang menghormati hak-hak
warga masyarakat.
Dengan keberadaan UU No.8 Tahun
1981, kehidupan hukum Indonesia telah meniti suatu era baru, yaitu kebangkitan
hukum nasional yang mengutamakan perlindungan hak asasi manusia dalam sebuah
mekanisme sistem peradilan pidana.
Perlindungan hak-hak tersebut,
diharapkan sejak awal sudah dapat diberikan dan ditegakkan. Selain itu
diharapkan pula penegakan hukum berdasarkan undang-undang tersebut memberikan
kekuasaan kehakiman yang bebas dan bertanggung jawab.
Namun semua itu hanya terwujud
apabila orientasi penegakan hukum dilandaskan pada pendekatan sistem, yaitu
mempergunakan segenap unsur yang terlibat didalamnya sebagai suatu kesatuan dan
saling interrelasi dan saling mempengaruhi satu sama lain.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, hubungan internasional
merupakan aturan-aturan yang telah di ciptakan bersama negara-negara anggota
yang melintasi batas-batas negara. Peradilan Internasional dilaksanakan oleh
Mahkamah Internasional yang merupakan salah satu organ perlengkapan PBB. Sumber
Hukum Internasional adalah sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah
Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan internasional. Sumber
hukum internasional dibedakan menjadi sumber hukum dalam arti materil dan
formal. Dalam arti materil, adalah sumber hukum internasional yang membahas
dasar berlakunya hukum suatu negara. Sedangkan sumber hukum formal, adalah
sumber dari mana untuk mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum
internasional. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem hukum dan
peradilan internasional itu sangat diperlukan oleh suatu negara untuk tetap
mempertahankan eksistensi dan kemakmuran suatu negara.
B. Saran
Seharusnya kita dapat menghargai
dan ikut mengerti tentang masalah sengketa internasional dengan cara memenuhi
dan mematuhi kewajiban perjanjian internasional, serta mau mempelajari lebih
dalam lagi mengenai Sistem Hukum dan Peradilan Internasional.
good article
BalasHapus